-
Pesantren Pilar Peradaban
-
New Masyarakat.net
-
Ahmad Buchory Muslim(Buch)
Ahmad Buchory Muslim
Santri, Aktivis Da'wah & Advokat Muslim*
Di *PESANTREN* itu, kami dididik dan dibina Adab sebelum diajarkan Ilmu. Dilatih disiplin ibadah sebagai energi untuk tertib dalam semua jadwal harian mulai dari bangun tidur untuk Qiyamullail sampai wirid sebelum tidur kembali.
Di Pesantren pula kami ditempa mental dan dibina fisik agar kuat dan tidak cengeng. Mulai dari baris berbaris sampai ke kerja fisik seperti 'nguras empang' dan ikut ngecor bangunan. Itu bagian dari pengabdian yang dilakukan dengan suka cita dan penuh gembira jadi bukan perbudakan.
Dari adab kami jadi tau cara hormat pada senior, Ta'zhim pada Guru dan pembimbing serta muliakan Kiyai dan Asātidzah, tapi tidak pernah menganggap itu penindasan apalagi feodalisme.
Dari Disiplin kami jadi tahu memanfaatkan dan mengatur waktu dengan asyik dan penuh kegembiraan. Tiadalah membuat kami merasa tertekan dan ataupun tertindas.
Kami ikut aktif dalam kegiatan di luar kelas, membuat kami banyak belajar dari alam terbuka bak pepatah Minang, alam takambang jadi Guru. Di mana Bumi dipijak, di situ Langit dijunjung.
Semua itulah membuat kami para Santri jadi mudah peduli dan ringan tangan dalam menolong siapapun. Penuh dedikasi dan aktif dalam pengabdian pada semua sektor, sehingga ini sama sekali bukan perbudakan apalagi penjajahan !
Jadi, kalau ada yang sampai menyimpulkan kedisplinan sebagai penindasan, Penghormatan diartikan sebagai feodalisme serta pengabdian dianggap sebagai perbudakan, maka sesungguhnya dia tak tahu apalagi faham soal Pesantren ! Maka dia, mereka dan siapapun itu perlu 'diajar atau diempangkan' dulu agar faham apa dan bagaimana Dunia Pesantren.
-
Baca Juga :
-
Jadi kami sungguh heran dan amat sangat heran, kalau media yang katanya sangat profesional bahkan bertengger di Ibukota dengan reputasi tingkat nasional, mungkin juga internasional tapi 'asngap dan asbun' !
Seharusnya, kalau profesional dalam kerja jurnalistik, ketika membuat berita, apalagi seperti investigasi, ya harua berimbang, tidak memihak dan tidak tendensius. Tapi di acara sekelas televisi nasional itu, mereka terlihat seperti media kelas recehan yang seolah dipaksa memproduksi acara provokatif ala preman di Kampung Penyamun itu.
Kenapa ada televisi sekelas Trans7 bisa menjadi media provokatif ala tivi gosip dan kelas pinggir jalan yang murahan seperti itu ?!?
Seharusnya, di tengah "duka Pesantren" atas musibah runtuhnya salah satu Pesantren senior dan menjelang Hari Santri Nasional 22 Oktober mendatang, serta memperhatikan realitas yang semakin menakutkan, seperti dekadensi moral dan niradabnya Para Pejabat, para Pemangku kekuasaan juga generasi muda kita, justru seharusnya televisi yang juga dianggap sebagai media yang punya andil dan saham besar dalam ikut "merusak" itu, hendaknya mengangkat dunia pendidikan, khususnya Pesantren yang telah hadir mendidik ummat dan Bangsa, serta menjadi benteng yang kuat dalam mengawal pertahanan moral dan adab Bangsa itu "menebus dosa".
Sebagai Santri, kami berharap bahkan menutut serta mengultimatum keras agar Trans7 meminta maaf kepada seluruh umat Islam, khususnya kepada kalangan Pesantren, lebih khusus lagi Pesantren Senior yang menjadi "obyek berita" mereka itu !!!
والله اعلم وبارك الله فيكم...
*Bumi Allāh,* _23 Rabi'uts Tsani 1447 H - 15 Oktober 2025 M_
-
Update Info Covid 19 Nasional dan Internasional Disini:
-
Tag :
-
Komentar :
-
Share :