-
Ketua Kadin Kombil Timur Tengah, Perang Iran-Israel tidak Menganggu Ekspor Indonesia ke Timur Tengah
-
New Masyarakat.net
-
Moch Bawazeer (PJMI)
Yang berat adalah tarif masuk Ekspor ke Amerika Serikat pasca perang
Jakarta, MASYARAKAT.NET-Perdagangan Indonesia ke Timur Tengah pada saat dan pasca perang Iran-Israel tidak terpengaruh. Memang ada beberapa penerbangan delay, termasuk pemulangan jamaah haji Indonesia, tapi sebentar dan penerbangan normal kembali. Sedangkan perjalanan laut yang mengangkut komoditas,lancar-lancar saja. Hal tersebut disampaikan Ketua Kamar Dagang dan Industri, Komite Bilateral (Kombil) Timur Tengah Ir. Mohamad Bawazeer menjawab media, di Jakarta, 12/7.
”Yang sangat memukul pelaku usaha kita adalah penetapan tarif masuk komoditas ke Amerika Serikat pasca perang tersebut, yakni sebesar 32 %. Kemudian (kemunginan) akan ditambah 10 % lagi karena Indonesia secara permanen sudah masuk ke dalam keanggotaan blok dagang BRICS (Brazil, Rusia, China, South Africa),” tutur Bawazeer yang juga Ketua Pengawas Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI).
Dijelaskan lebih lanjut, pasca perang Iran-Israel, Amerika menerapkan tarif tinggi kepada Indonesia dan bebebrapa negara lain, tetapi kepada negara-negara Timur Tengah masih menerapkan tarif masuk rendah, sama dengan tarif sebelumnya, yakni sekitar 10 prosen. Sementara Indonesia 32%. (jika ditambah 10% lagi karena masuk BRICS), menjadi 42 %. Perbedaannya besar sekali yakni 32 %. Ini sangat berat.
Hal ini, lanjut Bawazeer, sangat merugikan Indonesia. Tidak hanya ekspor terganggu tapi nantinya pengusaha atau investor lebih cenderung menanamkan modalnya di negara-negara yang biaya masuk produknya ke Amerika rendah.
-
Baca Juga :
- Rumah Zakat Raih Predikat "Sangat Baik" dan "Transparan" dalam Audit Syariah Kementerian Agama RI
- Wamen PKP Fahri Hamzah Dorong Palembang Sebagai Kota Sejarah Tertua
-
”Nah justru itu yang harus kita pikirkan -kalau penerapan pajak ini akibat daripada perang Amerika/Israel melawan Iran-. Jadi dampak langsungnya tidak ada. Ada sedikit tapi tidak signifikan. Contoh harga minyak yang tadi diperkirakan akan melambung hingga100 dolar/barel ternyata tidak juga. Yang lebih memprihatinkan itu adalah kebijakan Amerika yang sudah menerapkan pajak 32% secara mandatori (ditambah 10 prosen karena masuk BRICS) . Ini akan membuat investor berpikir untuk memindahkan pabriknya ke negara-negara Timur Tengah. Tapi dengan catatan hasil dari produk itu akan diekspor ke Amerika,” tegasnya.
Menyikapi ini, menurut Bawazeer, mau tidak mau, pemerintah harus berusaha membuat iklim investasi lebih lebih sehat dan longgar kepada pengusaha yang sedang babak belur oleh kebijakan tersebut, dan kepada pengusaha baru yang ingin berinvestasi di Indonesia. Misalnya dengan memberikan insentif, pengenaan pajak yang rendah dan memotong rantai birokrasi yang selama ini mempersulit.
”Artinya, jangan terhambat oleh birokrasi, jangan terganggu oleh kebijakan-kebijakan baru yang kontra produktif. Ini point yang sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah karena pengusaha itu perlu kepastian dan iklim investasi yang terjamin,” tambahnya.
Di sisi lain, lanjut Bawazeer, pengusaha dan pemerintah harus mempersiapkan produk yang tadinya diekspor ke Amerika, mencari pasar lain. Seperti Eropa dan negara yang selama ini sudah menjadi pasar tradisional produk Indonesia.(BM)
-
Update Info Covid 19 Nasional dan Internasional Disini:
-
Tag :
-
Komentar :
-
Share :