-
Paramadina–Kemendagri–KAS Gelar Diskusi Strategis tentang Prinsip Ekonomi Pasar Pancasila
-
New Masyarakat.net
-

Paramadina–Kemendagri–KAS Gelar Diskusi Strategis tentang Prinsip Ekonomi Pasar Pancasila(PJMI)
Jakarta, MASYARAKAT.NET-Universitas Paramadina bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Konrad Adenauer Stiftung menyelenggarakan diskusi panel bertajuk “The Principles of Pancasila Market Economy” bertempat di JW Marriott Hotel Jakarta pada Kamis (20/11/2025).
Prof. Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina, dalam sambutannya menekankan bahwa implementasi prinsip ekonomi Pancasila menjadi hal yang krusial untuk menjawab tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini.
“Bagaimana melakukan implementasinya ke depan itu yang terpenting untuk dilakukan agar benar-benar inline dengan pertumbuhan ekonomi” tuturnya.
Menurutnya, keberhasilan ekonomi Pancasila tidak hanya diukur dari angka pertumbuhan, tetapi juga dari sejauh mana ekonomi mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Prof. Didik menambahkan bahwa perlindungan sosial juga harus menjadi prioritas.
"Yang terpenting dilakukan adalah implementasi universal health insurance,” tegasnya.
Sebagai keyonote speech, Haris Munandar, Ph.D., Senior Director dan Head of International Policy Group Bank Indonesia menekankan pentingnya membangkitkan kembali social market economy sebagai fondasi pembangunan ekonomi nasional.
“Social market economy perlu dibangkitkan,” ujarnya.
Dalam presentasinya, Haris memaparkan kondisi ekonomi Indonesia yang solid, dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 5,6?n inflasi rendah di 2,8% (yoy). Ia menambahkan, BI Rate tetap stabil di 4,75%, mencerminkan stabilitas moneter yang mampu menjaga kepercayaan pasar.
Haris juga menekankan peran reformasi struktural yang muncul dari integrasi Indonesia dalam kerangka ekonomi regional dan global, termasuk keanggotaan di Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan rencana integrasi dengan OECD.
“Ketika tergabung dengan MEA dan ke depan dengan OECD, 97% tarif diharapkan dapat mendorong penyerapan tenaga kerja” jelasnya,
Haris menyoroti pentingnya reformasi kebijakan perdagangan untuk mendorong pertumbuhan lapangan kerja. Selain itu, Haris mengingatkan bahwa lembaga pemeringkat internasional tetap menempatkan Indonesia pada level BBB, satu tingkat di atas investment grade, yang menunjukkan stabilitas fundamental ekonomi nasional.
Tak hanya itu, visi jangka panjang Indonesia menuju high income country pada 2045 sangat penting. Ia menekankan perlunya inklusi, deregulasi, dan pertumbuhan human capital sebagai kunci keberhasilan pembangunan.
"Golden vision menuju high income country pada 2045 membutuhkan inklusi, deregulasi, dan pertumbuhan human capital yang kuat” ungkapnya.
Haris menambahkan bahwa ketimpangan ekonomi adalah konsekuensi alami dari desain hukum dan institusi negara.
"Inequality itu alamiah, hasil dari hukum dan institusi yang kita bangun. Hak atas kekayaan intelektual juga menjadi penentu perkembangan ekonomi. Sehingga ekonomi pembangunan harus interdisipliner dan normative” tutup Haris.
Sesi diskusi panel dipandu oleh Dr. Handi Risza Idris, Wakil Rektor Bidang Pengelolaan Sumber Daya Universitas Paramadina. Umar Juoro, M.A., M.A.P.E., Staf Komisi VIII DPR 2002, Direktur Center of Information and Development Studies (CIDES), dan Senior Fellow The Habibie Center menekankan bahwa ekonomi Pancasila bersifat normatif, berakar pada prinsip-prinsip dasar negara, dan mengutamakan keseimbangan antara peran negara dan swasta.
"Ekonomi Pancasila itu berdasarkan prinsip Pancasila, sifatnya normatif” ujar Umar.
-
Baca Juga :
- Prof. Didik J. Racbini: Hukum Sesat, Ekonomi Rusak
- Rektor Unhas : Mentan Amran Adalah Lulusan Membanggakan di Kancah Nasional dan Internasional
-
Umar juga mengulas pemikiran Presiden B.J. Habibie mengenai integrasi ekonomi syariah dan ekonomi pasar.
"Pak Habibie melihat syariah sebagai non-interest; perdagangan yang dimaksud adalah tijaro. Ekonomi syariah dan ekonomi pasar bisa terintegrasi tanpa riba,” jelasnya.
Ia menegaskan pula bahwa pasar adalah fondasi utama perekonomian: “Market adalah basic. Kalau tidak ada market, ya tidak ada economy” tegas Umar.
Ia menekankan bahwa ekonomi Pancasila harus konstitusional dan mengakomodasi peran swasta dan negara secara proporsional, sesuai dengan pandangan Mubyarto.
Profesor Ekonomi dan Manajemen Konflik Internasional di Kennesaw State University, Prof. Marcus Marktanner, Ph.D. menyoroti konstitusi Indonesia tidak secara eksplisit menyebutkan ideologi ekonomi tertentu.
“Menarik bahwa dalam konstitusi tidak muncul kata ‘socialism’ ataupun ‘capitalism’. Tidak ada komitmen eksplisit terhadap paradigma politik tertentu” ujarnya.
Menurut Prof. Marcus, hal ini menunjukkan fleksibilitas prinsip Pancasila dan memberikan ruang bagi interpretasi yang adaptif sesuai konteks pembangunan nasional. Ia menekankan pentingnya menempatkan individu sebagai aktor ekonomi yang bertanggung jawab secara sosial.
“Individu memiliki private property, tetapi menggunakannya dengan social responsibility—ini ada di semua kitab suci” jelasnya, mengaitkan nilai agama dan etika dengan mekanisme ekonomi.
Prof. Marcus menambahkan bahwa pasar mencerminkan prinsip kemanusiaan dan demokrasi, di mana individu menjadi pusat pengambilan keputusan.
“Dalam market economy, individu ada di pusat pengambilan keputusan. Itulah esensi dari humanity dan democracy” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa mandat konstitusi terkait penguasaan sumber daya seharusnya dimaknai sebagai pengelolaan pendapatan secara efektif, bukan kepemilikan langsung
"Konstitusi tidak mengatakan negara harus memiliki; yang disebut adalah ‘menguasai’, yang bisa berarti mengelola pendapatan seperti model sovereign wealth fund,” tegasnya.
Prof. Marcus memberikan kritik terkait implementasi kebijakan sosial, termasuk program school feeding. Ia menekankan bahwa fokus intervensi harus tepat sasaran dan berbasis data.
"Masalah terbesar Indonesia adalah stunting, bukan wasting. Intervensinya harus dilakukan sejak dalam kandungan, bukan di sekolah” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya evaluasi kebijakan publik agar sesuai dengan prinsip Pancasila dan kebutuhan masyarakat. Prof. Marcus menutup diskusi dengan dorongan agar lembaga akademik, khususnya Universitas Paramadina, terus mendorong kajian tentang penerapan prinsip Pancasila dalam kebijakan publik.
“Kita perlu mendorong diskusi lebih jauh untuk melihat apakah kebijakan-kebijakan ini benar-benar inline dengan prinsip Pancasila” tutupnya.(Bur)
-
Update Info Covid 19 Nasional dan Internasional Disini:
-
Tag :
-
Komentar :
-
Share :