-
Mengapa Prabowo Subianto Ngotot Soal DTSEN?
-
New Masyarakat.net
-
Fahri Hamzah (Int)
Fahri Hamzah
Kita semua telah mendengar pidato kenegaraan Presiden mengenai arah dan langkah Indonesia, setidaknya dalam satu tahun ke depan. Pidato Pak Prabowo itu tidak sekedar menunjukkan kepada rakyatnya tentang ide-ide besar, tetapi juga tentang kesadaran bahwa kita adalah bangsa besar dalam arti semuanya. Punya potensi besar dan tantangannya besar pula.
Ketika bicara kemerdekaan, Pak Prabowo dengan lugas dan tegas menghubungkannya dengan kesejahteraan rakyat dan perang terhadap kemiskinan. Kebijakan pro rakyat sebagai senjata pemerintah harus benar-benar efisien dan tepat sasaran.
Tantangan kita di sektor kesejahteraan rakyat begitu besar, karena penduduk kita besar; tersebar di 17.000 pulau, 38 Propinsi, 514 Kabupaten/kota, dan sekitar 83 ribu desa dan kelurahan. Kemiskinan bukan hanya menyebar tetapi juga berlapis-lapis; ada miskin ekstrim, miskin, dan rentan miskin yang jumlahnya masih sangat besar sekali.
Data statistik kita menunjukkan 2,38 juta (0,85%) rakyat kita dalam kondisi miskin ekstrim. Sekitar 25 juta (9%) dalam kondisi miskin dan 67 juta (24%) dalam kondisi rawan miskin.
Inilah mengapa Presiden Probowo sangat ngotot agar kita punya sistem pendataan sosial ekonomi yang presisi dan terintegrasi. Sehingga pada 2 Februari 2025 lalu, Pak Probowo menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) No.4 Tahun 2025 Tentang Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Instruksi Presiden mengamanatkan kepada seluruh pengambil kebijakan untuk mengkonsolidasikan seluruh data-data penerima manfaat dari kebijakan-kebijakan sosial dan pemberantasan kemiskinan lintas sektor agar terintegrasi dan terdigitalisasi satu pintu.
-
Baca Juga :
-
Sehingga masing-masing sektor atau instansi pemerintah dapat menjalankan program pengentasan sesuai dengan target per desil penduduk. Setiap target per desil tersebut dipertajam sampai nama dan alamat (by name by addres) dan disajikan secara digital. Program kemiskinan tidak lagi tumpang tindih lintas kementerian sehingga kebijakan pengentasan kemiskinan berjalan secara efisien.
Lubang-lubang kebocoran subsidi bisa ditambal dan diantisipasi lewat digitalisasi data tunggal. Temuan PPATK terkait dengan 10 juta rekening penerima subsidi bansos salah sasaran dimana 41.000 masuk rekening pegawai BUMN, dokter bahkan bos perusahaan adalah contoh lubang kebocoran yang sebenarnya bisa dicegah dengan sistem digitalisasi data tunggal.
Digitalisasi data mendorong pengambil kebijakan bekerja mengikuti sistem dan meminimalkan interaksi orang dengan orang. Penerima manfaat subsidi ditentukan oleh data digital sesuai dengan kriteria dan prioritasnya dalam sistem perencanaan kebijakan, bukan menuruti kemauan orang per orang, pejabat atau kekuasaan tertentu.
Sebagai contoh di sektor perumahan yang memiliki pekerjaan rumah besar yaitu backlog kepemilikan rumah sekitar 10 juta keluarga dan backlog rumah tidak layak huni sekitar 20 juta keluarga. Di luar itu ada keluarga yang tidak punya rumah dan tinggal di hunian tidak layak yang jumlahnya sekitar 6 juta keluarga dan ini yang saya identifikasi sebagai orang miskin ekstrim. Sudah tidak punya rumah, lalu tinggal dirumah yang tidak layak.
Program 3 juta rumah per tahun tentu tidak cukup untuk menyelesaikan pekerjaan rumah ini. Oleh sebab itu, dengan anggaran yang terbatas, sesuai instruksi Pak Presiden, yang bisa kita lakukan adalah merancang kebijakan yang efisien dan tepat sasaran sesuai dengan skala prioritas.
#fahrihamzah
-
Update Info Covid 19 Nasional dan Internasional Disini:
-
Tag :
-
Komentar :
-
Share :