• Jejak Senyap PT KAI di Balik Polemik Sewa Lahan Pemkab Luwu Timur

  • New Masyarakat.net
  • Jejak Senyap PT KAI di Balik Polemik Sewa Lahan Pemkab Luwu Timur

    Asri Tadda (Fb)

    (MoU Tak Pernah Dibuka, Kontrak Kilat Berakhir, Publik Bertanya)

    Asri Tadda (Direktur The Sawerigading Institute) 

    NAMA PT Kawasan Anugerah Indonesia (KAI) mendadak mencuat ke ruang publik setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Kamis (18/12). 

    Dalam forum resmi itu terungkap fakta yang selama ini tak pernah diketahui masyarakat: Pemerintah Kabupaten Luwu Timur (Pemkab Lutim) sempat lebih dulu menjalin kerja sama dengan PT KAI atas lahan yang sama, sebelum akhirnya meneken perjanjian dengan PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP).

    Fakta tersebut mencuat setelah Aliansi Masyarakat Luwu Timur secara langsung mempertanyakan status dan substansi kontrak kepada Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Luwu Timur, Ramadhan Pirade yang hadir mewakili Pemkab Luwu Timur.
     
    Pertanyaan itu membuka tabir adanya nota kesepahaman (MoU) yang tidak pernah disosialisasikan, baik kepada masyarakat maupun DPRD.

    Padahal, lahan yang dimaksud bukan aset biasa. Lahan milik Pemkab Lutim tersebut merupakan aset strategis daerah yang direncanakan untuk pengembangan kawasan industri dan berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN).

    Kontrak Singkat, Pembatalan Cepat

    Keanehan tidak berhenti pada soal keterbukaan. Berdasarkan dokumen yang beredar, kerja sama Pemkab Lutim dengan PT KAI berlangsung sangat singkat. 

    Perjanjian tersebut diakhiri pada 15 September 2025, hanya sekitar sepekan sebelum Pemkab Lutim menandatangani kontrak baru dengan PT IHIP pada 24 September 2025.

    Dalam RDP, Aliansi Masyarakat Luwu Timur secara tegas mempertanyakan kesetaraan nilai ekonomi antara kerja sama dengan PT KAI dan kontrak yang kemudian diteken bersama PT IHIP.

    “Apakah kontrak dengan PT KAI nilainya sama dengan kontrak PT IHIP?” tanya perwakilan aliansi. Ramadhan Pirade menjawab singkat, “Ya, sama saja. Pakai appraisal juga.”

    Namun jawaban itu justru melahirkan pertanyaan lanjutan.

    Dokumen Tanpa Nilai Ekonomi

    Hasil penelusuran terhadap dokumen MoU Pemkab Lutim–PT KAI yang kemudian beredar ke publik menunjukkan ketiadaan informasi krusial. Dalam dokumen pengakhiran kerja sama bernomor 100/024/PKS/PEM-LT/IX/2025 tertanggal 15 September 2025, tidak ditemukan penjelasan rinci mengenai nilai ekonomi kerja sama.


  • Baca Juga :

  • Dokumen tersebut tidak menjelaskan apakah ada skema sewa, kontribusi tetap, bagi hasil, atau bentuk penerimaan daerah lainnya dari pemanfaatan lahan.

    Lebih jauh, dokumen itu juga tidak menyebutkan secara eksplisit model kerja sama yang digunakan—apakah sewa murni, Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), atau pola pengelolaan aset daerah lain sebagaimana diatur dalam regulasi pengelolaan barang milik daerah.

    Tak hanya itu, lembaga appraisal dan metodologi penilaian lahan yang disebutkan pihak Pemkab Lutim dalam forum RDP sama sekali tidak dicantumkan dalam dokumen.

    Kontrak Notariil, Tapi Minim Jejak Publik

    Meski minim informasi nilai, dokumen menunjukkan bahwa Pemkab Lutim dan PT KAI sebelumnya telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan untuk Pembangunan Kawasan Industri Terintegrasi, masing-masing bernomor 100/014/PKS/PEM-LT/VI/2025 dan 004/KAI/VI/2025, tertanggal 30 Juni 2025.

    Dokumen tersebut ditandatangani oleh Bupati Luwu Timur Irwan Bachri Syam dan Direktur PT KAI, Dewi Perdana Puteri, serta dibuat di hadapan Notaris Arini Prisillah Ikhsan, S.H., M.H., M.Kn., yang berkedudukan di Kabupaten Pangkajene Kepulauan.

    Namun di luar dokumen notariil itu, jejak publik PT KAI nyaris tak ditemukan.

    Penelusuran redaksi menunjukkan minimnya informasi digital mengenai PT Kawasan Anugerah Indonesia maupun sosok direktur yang menandatangani kontrak strategis tersebut. Satu-satunya informasi yang dapat diverifikasi adalah alamat kantor PT KAI yang tercatat berada di Ruko Mirah, Jalan Pengayoman No. 10–14, Kota Makassar.

    Pertanyaan Besar yang Belum Terjawab

    Situasi ini memunculkan tanda tanya serius. Bagaimana mungkin sebuah perusahaan dengan profil publik yang nyaris nihil dapat mengelola lahan strategis milik pemerintah daerah, tanpa keterlibatan DPRD, dan kemudian mengakhiri kerja sama begitu saja tanpa konsekuensi bisnis yang jelas?

    Terlebih, lahan yang sama selanjutnya dipersewakan kepada PT IHIP dengan nilai Rp4,5 miliar per lima tahun, untuk durasi kontrak 50 tahun—skema yang kini menjadi sorotan publik dan tengah menuai polemik hukum serta politik.

    Publik pun bertanya-tanya, apakah benar tidak ada konsekuensi apa pun dari pembatalan kerja sama dengan PT KAI? Apakah terdapat kesepakatan lain yang tidak pernah dibuka ke publik? Ataukah PT KAI hanya menjadi bagian dari mata rantai proses yang lebih besar?

    Pertanyaan-pertanyaan itu hingga kini belum mendapatkan jawaban memadai. Waktu dan penelusuran lanjutan yang akan mengungkap apakah kisah PT KAI hanyalah anomali administratif—atau justru petunjuk awal dari persoalan tata kelola aset daerah yang lebih serius. 





  • Update Info Covid 19 Nasional dan Internasional Disini:

  • Tag :

  • Komentar :

  • Share :



Baca Lainnya



Liburan Akhir Tahun

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0

Perginya, Tokoh LPM Kota Makassar, Haji Sampara Chank

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0


Spirit Tembok Cina dari Qin Shi Huang ke Prabowo Subianto:

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0

Usia Kenangan

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0


Zohran Mamdani is Our Hero.

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0

SMSI: Jembatan Kolaborasi Media dan Pemerintah Daerah

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0

Pesantren Pilar Peradaban

favorite_border 0
chat_bubble_outline 0